Web Toolbar by Wibiya

Rabu, 24 Maret 2010

Kepemimpinan Versi Kouzes dan Posner


Praktik kepemimpinan harusnya seperti apa? Banyak calon pemimpin yang ditempatkan dalam jabatan pemimpin sangat jarang dilengkapi dengan pelatihan kepemimpinan. Jika ada, praktik kepemimpinan lebih kepada orientasi pemimpin agar mendatangkan keuntungan bagi perusahaannya (profit oriented). Bagi perusahaan, nilai kepemimpinan adalah kepada hasil yang dicapai pemimpin. Padahal kepemimpinan tidak hanya berfokus kepada pencapaian perusahaan, tetapi juga pengembangan diri yang sejati (genuine leader).

Ada buku yang menarik soal kepemimpinan lintas negara, di mana tulisan ini hasil dari riset di berbagai negara yaitu “Leadership Challenge” tulisan Kouzes dan Posner. Dalam bukunya Kouzes dan Posner menyebut ada lima praktik kepemimpinan (sebagai inti) yang biasa dilakukan untuk menjadi pemimpin yang sukses. Fokus dari semua model ini adalah hubungan (relasi) antara pemimpin dan pengikut. Memang ada yang menganggap buku ini rancu karena tidak membedakan kepemimpinan dan manajemen, bahkan Kouzes dan Posner mencampuradukkan antara keduanya. Memang hal ini terjadi karena buku ini ditulis tahun 80-an di mana dunia kepemimpinan masih baru menjadi perhatian dan tren yang mulai nampak dan diminati.

Tetapi kelima praktik kepemimpinan ini masih bisa diterapkan dalam konteks pemimpin sebagai eksekutif. Bagaimanapun juga pemimpin berbeda dengan manajer, namun pemimpin patut memiliki kemampuan manajerial. Kelima praktik kepemimpinan inti itu adalah:

Pertama, menantang proses (challenging the process): di sini pemimpin mengambil resiko, menantang sistem, menerima ide baru, inovasi, membuat dasar baru, dan bergerak dari status quo. Di sini pemimpin mencari peluang untuk melakukan inovasi, lalu bertumbuh dan meningkat.

Kedua, menginspirasikan visi bersama (Inspiring a shared vision): pemimpin bermimpi dan memimpin visi untuk kebaikan, kesempatan. Ini berarti bila pemimpin memimpin maka visi adalah tujuan yang hendak dicapai bersama. Kita tidak berhak disebut pemimpin bila kita tidak tahu ke mana kita akan melangkah.

Ketiga, memberdayakan orang lain bertindak (enabling others to act): dalam mencapai tujuan organisasi, maka penting memfasilitasi bawahan dalam mencapai tujuannya lewat pemberdayaan dan motivasi.

Keempat, mencontohkan caranya (modeling the way): memimpin lewat contoh. Bagi Kouzes dan Posner mengatakan bahwa perbuatan pemimpin jauh lebih penting dari perkataannya. Pemimpin harus menunjukkan contoh terlebih dahulu dalam tindakan sehari-hari dan mempertunjukkan komitmen yang mendalam atas apa yang diyakininya. Di sini juga dikatakan bagaimana bawahan harus diperlakukan. Memang kepemimpinan contoh sangat cocok diterapkan dalam kepemimpinan politik dan spiritual yang memerlukan keteladanan.

Kelima, menyemangati jiwa (encouraging the heart): prinsip ini mirip dengan yang nomor tiga (membardayakan orang lain bertindak). Di sini pemimpin juga memberikan semangat, motivasi, dan kegairahan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.

Di samping kelima praktik kepemimpinan inti di atas, maka ada beberapa prinsip kepemimpinan yang mereka kemukakan. Pertama, kepemimpinan adalah sebuah perjalanan (journey) yaitu perjalanan dalam meyakinkan orang-orang dan membawa mereka kepada tujuannya.

Kedua, pentingnya kredibilitas sebagai dasar bagi kepemimpinan. Karakter telah menjadi fokus juga bagi mahzab kepemimpinan yang menekankan kepada pentingnya integritas dan kredibilitas pemimpin. Tidak mungkin bisa disebut pemimpin bila tidak memiliki kredibilitas.

Ketiga, kepemimpinan juga disebutnya sebagai hubungan (relationship). Bagi pemimpin yang memiliki kuasa memerlukan hubungan baik agar pencapaian organisasi meningkat dan berhasil dan lewat relasi bawahan dapat menaruh kepercayaan lebih dalam kepada pemimpinnya.

Keempat, pemimpin harus melihat di dalam dirinya dan menjelaskan nilai-nilai yang diyakininya. Di sini pemimpin harus mengartikulasikan nilai yang dipercayainya dapat meningkatkan kinerja.

Kelima, pemimpin perlu inspiratif dalam memimpin. Memang dalam pengambilan keputusan perlu banyak faktor yang dipertimbangkan, tetapi umumnya selalu memakai dasar bukti-bukti dalam pengambilan keputusan. Jadi pemimpin mesti berani dan tegas dalam mengambil keputusan sepanjang ada bukti yang menguatkan.

Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kepemimpinan membutuhkan pembelajaran dan proses waktu dalam pembentukan. Apa yang dikatakan Pouzes dan Kosner memang sudah lama, tetapi masih bisa dipakai dalam konteks Indonesia. Prinsipnya tidak ada suatu pun yang instan dalam menghasilkan kepemimpinan.

by Daniel Ronda
Seorang dosen teologi yang tinggal di Makassar, mendalami bidang kepemimpinan!
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/23/kepemimpinan-versi-kouzes-dan-posner/

0 komentar:

Posting Komentar